Operasi tambang timah ilegal yang digelar oleh Satgas Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Kabupaten Belitung Timur beberapa waktu lalu masih menimbulkan pertanyaan publik. Operasi penangkapan 3 orang penambang timah yaitu RA (23), S (49) dan MR (37) di Kecamatan Manggar Beitung Timur menjadi salah satu pemicunya, karena keiga orang tersebut ditangkap oleh Tim Gakkum KLHK di luar lokasi penambangan timah. Bahkan, ketiga orang penambang timah itu akhirnya juga ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat dengan Pasal 98 dan 99 UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup jo Pasal 55 ayat (1) KUHP atas perbuatannya yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu ambien, baku mutu air, baku mutu air laut atau kreteria baku kerusakan lingkungan hidup.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rasio Ridho Sani saat ditemui usai acara di gedung Manggala Wanabhakti Jakarta enggan berkomentar soal penangkapan JTC alias Abuncai (ABC) dan tiga orang penambang di Kabupaten Belitung Timur dengan alasan masih mau menghadiri acara lain di luar kantornya. Pria yang akrab disapa Pak Roy ini tampak buru-buru dengan dikawal oleh staf Gakkum KLHK.
Aminnur Sofyan, warga Kecamatan Manggar Belitung Timur yang melihat langsung peristiwa penangkapan ketiga orang penambang oleh Tim Gakkum KLHK mengaku geram atas tindakan aparat dari Gakkum KLHK. Menurut dia tindakan penangkapan ketiga orang penambang itu tidak prosudural alias “asal tangkap” dan ini tidak dibenarkan didalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang tmenjadikan hukum sebagai panglima tertinggi. “Apalaginmereka bertiga ditangkap di jalan aspal bukan di lokasi penambangan. Tim Gakkum KLHK harusnya tangkap cukong-cukong yang memiliki modal besar bukan penambang timah yang notabane rakyat kecil yang bekerja demi menopang kebutuhan hidup keluarganya” kata Aminnur, di Jakarta, Selasa 4 Mei 2023.
Pria yang sehari-hari berprofesi sebagai penambang timah ini meminta Tim Gakkum KLHK tidak tebang pilih dengan menangkap para penambang saja tetapi juga berani memenjarakan pemilik meja goyang dan cukong-cukong yang masih berleha-leha mengeruk keuntungan besar dari hasil penambangan timah ilegal.
“Tangkap dulu pemilik meja goyang yang tersebar di Beltim serta cukong-cukong bermodal besar karena merekalah yang selama jadi mafia timah, para penambang hanya korban alias tumbal mereka,”tegas Aminnur.
Kasus JTC alias Abuncai (ABC), contoh ini sarat dengan kepentingan sekelompok orang saja. “Penangkapan ketiga orang penambang dan penyitaan alat berat (eskavator) pun mengada-ada karena tidak tertuang didalam surat tugas Tim Gakkum KLHH.
“ABC yang saya kenal dulu adalah seorang penambang timah yang bermasyarakat dan peduli dengan masyarakat di Beltim. Seiring waktu berjalan profesi penambang timah ia tinggalkan dan kini ABC lebih menggeluti bisnis barunya.Sementara cukong-cukong itu hanya mengeruk keuntungan dan menambah pundi-pundi kekayaan pribadi semata. Mereka tidak pernah bersosialisasi apalagi berbagi dengan warga sekitar tambang,”tandasnya.
“Ada operasi para cukong-cukong ini menghilang alias tiarap , tumbalnya ya para penambang yang dipenjara”timpal Aminnur.
Pemerintah Tidak Siap?
Seperti diketahui bahwa Abuncai atau ABC dulunya memang dikenal sebagai penambang timah yang tajir di Beltim, namun profesi penambang yang melekat didirinya pada dirinya is tanggalkan dan kini ABC lebih banyak menggeluti bisnis barunya di luar tambang timah.
Untuk diketahui bahwa pertambangan timah di Kabupaten Belitung Timur dimulai setelah pasca IUPR. Para penambang dibeberapa blok sejatinya sudah mengajukan ijin penambangan rakyat (lPR) ke Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung baik secara langsung maupun melalui sistem onlin (OSS), dan anehnya hingga sekarang belum juga diproses dengan alasan harus memenuhi syarat -syarat terlebih dulu seperti persyaratan dokumen tehnis pengelolaan lingkungan dan lainnya. Sayang, dokumen tehnis yang diharapkan para penambang itu belum juga dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat, akibatnya IPR pun tidak dapat diproses hingga sekarang ini.
“Nah, kalau kejadiannya seperti ini jangan juga salahkan para penambang. Karena para penambang sudah ber-itikat baik mereka sudah urus ijin dokumen tapi pihak Pemprov Babel tak mampu memprosesnya. Ini artinya pemerintah tidak siap,”kata Rusi JW, Ketua Asosiasi Penambang Rakyat (ASPRI) Kabupaten Belitung Timur, di Jakarta, Selasa, 4 Mei 2023.
Kabupaten Belitung Timur, lanjut Rudi tersohor kaya akan biji timah dibanding daerah-daerah lain di Kepulauan Bangka Belitung. Potensi besar biji timah tersebut sayangnya tidak sepenuhnya dapat dinikmati oleh masyarakat. Keberadaan PT. Timah, perusahaan plat merah ini pun masih belum berperan optimal, sinergitas antara BUMN perambangan timah ini dengan para penambang rakyat yang banyak tersebar dibeberapa lokasi tambang di Belitung Timur belum terjalin baik.
Minimnya perlindungan terhadap para penambang rakyat oleh pemerintah tampak dengan dibentuknya Satuan Tugas (Satgas) Tambang Timah Ilegal oleh Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, yang salah satu tugas untuk memperbaiki tata kelola timah. Sayang dalam perjalanan Satgas Tambang Timah Ilegal i ini tidak memuaskan publik.
“Kinerja Satgas Timah mandul, tidak seperti yang kita dan masyarakat harapkan. Ada kesan pembentukan Satgas Timah Ilegal ini ingin membunuh para penambang rakyat bukan untuk melindungi penambang rakyat,”pungkas Rudi. (Yo/Tonny)