Krisis Identitas dan Kenakalan Remaja: Ancaman Kelompok dan Individu yang Meresahkan Masyarakat

Semakin maraknya terjadi kasus kenakalan remaja mulai dari kasus yang ringan hingga berat. Bentuk kenakalan remaja yang masih berada di kategori ringan seperti membuang sampah sembarangan, telat masuk sekolah, ataupun membolos masih bisa ditoleransikan. Sedangkan yang berkategori kenakalan remaja yang berat  seperti penyalahgunaan narkoba, tawuran, hubungan seks di usia dini, penjambretan, ataupun kekerasan yang dilakukan oleh remaja baik perorangan maupun berkelompok merupakan perilaku yang menyimpang dari norma hukum pidana yang dilakukan oleh remaja tersebut sehingga dapat merugikan dirinya sendiri dan orang-orang di sekitarnya.

Meningkatnya Kenakalan remaja yang kian marak disebabkan faktor bebasnya pergaulan, kurangnya pengawasan orang tua, dan lingkungan yang tidak aman. Lihat saja dalam rentang waktu terakhir pergaulan bebas yang merupakan kenakalan remaja, semakin menunjukkan peningkatan yang sangat memprihatinkan, diantaranya itu seks bebas, kasus tawuran, dan pecandu narkoba.

Pada sisi lain, suatu Kasus yang sedang berkembang ditengah masyarakat adalah Eksploitasi anak untuk memanfaatkan kesalahan orang lain dan kepuasan atau keuntungan yang sering berimbas pada perlakuan tidak adil, kejam, dan berbahaya terhadap anak. Mata hukum pada Pasal 13 ayat (1) huruf b UU Perlindungan Anak menyebutkan bahwa perlakuan eksploitasi secara umum dikarenakan perbuatan yang bertujuan memperalat, memanfaatkan, atau memeras anak demi untuk keuntungan pribadi, keluarga, atau golongan. Bahkan perbudakan anak, dipergunakan  untuk tujuan kriminal atau pengedar narkoba, yang melibatkan anak dalam pekerjaan berbahaya.

Aturan dalam pandangan kitab Undang-Undang acara hukum pidana (KUHAP) menyebutkan bahwa Kuhap bertujuan untuk mencari dan mendapatkan kebenaran materiil dari suatu perkara pidana, yang diterapkan secara tepat dan jujur untuk mencari tahu pelaku yang didakwakan dan diikuti dalam proses pengadilan. Untuk menuju Pengadilan, menurut Pasal 1 angka 2 KUHAP, peran penyidikan adalah tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari dan mengumpulkan bukti-bukti yang dapat menjelaskan tindak pidana dalam menemukan tersangka. 

Sebagai proses penyidikan, maka penyidik akan melakukan tindakan-tindakan hukum yang konkret, seperti: Penangkapan, Penggeledahan, Penyitaan barang bukti, Pemeriksaan saksi dan tersangka yg disebut perkara sudah P21, yaitu Berkas perkara yang statusnya menunjukkan bahwa hasil penyidikan sudah lengkap. Kode P21 ditetapkan berdasarkan Keputusan Jaksa Agung Nomor 518/A/J.A/11/2001. Namun perlu diketahui, dalam penyidikan Sebelum berkas perkara menjadi P21, berkas perkara akan melalui tahapan status P18 yang proses berkas perkara hasil penyidikannya belum lengkap, selanjutnya ke P19 yang masih berkas perkara diperiksa kejaksaan , jika masih kurang lengkap maka berkas dikembalikan kepada penyidik untuk dilengkapi.

Proses penyidikan yang dibuat dalam Berita Acara Penyidikan (BAP) wajib segera diserahkan berkas perkaranya kepada Penuntut Umum. Jika Penuntut Umum setelah memeriksa BAP tersebut merasa perlu dilakukan penyidikan ulang atau tambahan bukti lainnya, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 138 Ayat (1) dan Ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Penuntut Umum dapat mengembalikan berkas perkara kepada penyidik. Tindakan pengembalian tersebut dikenal sebagai P-19. Adapun penyidik harus mengembalikan BAP tersebut selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah dinyatakan Penuntut bahwa BAP tersebut tidak lengkap.

Apabila Penuntut Umum telah menyatakan berkas perkara lengkap, atau yang dikenal sebagai P-21. Maka Syarat formil dan materiil dari berkas perkara sudah harus dinilai oleh penuntut umum sejak awal dalam hal prapenuntutan. Untuk itu wajib para penuntut umum untuk mengembalikan berkas perkara beserta petunjuk petunjuk yang jelas dan lengkap mengenai apa yang dilakukan oleh penyidik atau penyidik pembantu.

Sesuai yang dikatakan pada Pasal 138 ayat (2) KUHAP yang dikenal sebagai kode P-19, yaitu bahwa jika hasil penyidikan ternyata dinilai penuntut umum belum lengkap, maka Penuntut Umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik disertai petunjuk tentang hal yang harus dilengkapi. Selain itu, hal ini juga diatur dalam ketentuan Pasal 110 KUHAP.

Kasus pidana yang berkembang saat ini pada Pasal 81 ayat 1 tentang perlindungan anak, bahkan pasal ini rentan untuk dimanfaatkan dalam memperkarakan seseorang, karna salah satu kejahatan terhadap anak yang menjadi perhatian publik adalah kejahatan seksual yang akhir-akhir ini banyak terjadi di sekeliling kita, bahkan terkadang dilakukan oleh orang-orang yang dekat dengan sang anak yang selama ini kita tidak pernah sangka-sangka, seperti kejahatan seksual yang dilakukan oleh seorang ayah kepada anaknya (baik ayah kandung maupun ayah angkat), bahkan pada tahun 2014 ada kasus yang menggemparkan dunia pendidikan yakni adanya kejahatan seksual yang terjadi disalah satu sekolah yang konon kabarnya “bertaraf internasional” yang “diduga” dilakukan oleh oknum pendidik, serta masih banyak kasus kejahatan seksual lainnya yang terjadi diberbagai pelosok nusantara. (Rozi)