Tuntutan In Dubio Pro Reo Jaksa Penuntut Umum yang tidak bisa Beri Bukti Otentik.

Asas hukum in dubio reo yang membuktikan terdapat keraguan dalam pembuktian suatu perkara, maka keraguan tersebut seharusnya untuk keuntungan terdakwa. Sehingga jaksa yang masih memiliki banyak keraguan dan kerancuan dalam menerapkan asas-asas hukum dalam kasus-kasus hukum yang terjadi didalam persidangan mesti legowo menerima ex Aequo Bono hukum yang berarti “sesuai dengan apa yang dianggap benar dan baik”.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana adalah peraturan perundang-undangan Indonesia yang mengatur tentang pelaksanaan formal dari hukum acara pidana yang diatur oleh Herziene Inlandsche Reglement sebagai produk hukum warisan pemerintah kolonial Hindia Belanda lewat Staatsblad No. 44 Tahun 1941. HIR tetap berlaku sampai tiga dekade pertama kemerdekaan Republik Indonesia sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat mengeluarkan Ketetapan MPR RI No. IV/MPR/1978 Bab IV Bidang Hukum yang mengamanatkan kodifikasi dan unifikasi di bidang hukum pada hukum pidana.

Mengenai “laporan”, pada butir 14 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana, Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 , yang isinya sama dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan laporan Pidana pada Ketentuan Umum butir 2, dan yang sama juga dengan Pasal 1 butir 24 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana yang disebut KUHAP, bahwa “Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana”.

Pada Ketentuan Umum butir 3 tentang laporan polisi adalah laporan tertulis yang dibuat oleh petugas Polri tentang adanya pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang undang yang akan, sedang, atau telah terjadi peristiwa pidana dan yang berwenang menerima laporan tersebut tercantum dalam Pasal 5 KUHAP yaitu penyelidik yang telah dirumuskan pada pasal 1 butir 4 yang mana pasal 4 mengatakan Jaksa atau pejabat yang lain, tidak berwenang melakukan penyelidikan, maka Hal ini berarti penyelidikan sebagaialat monopoli tunggal bagi Polri.

Pada berita sebelumnya di laman berita https://potret-indonesia.com, yang telah mengkabarkan ke publik bahwa pada kasus asusila 81 diduga sebuah rekayasa kasus dibawah tekanan korban, seperti yang disampaikan Charles Septiano. SH dalam memberikan persaksian terkait kasus yang tidak mempunyai alat bukti kuat dalam mempidanakan seseorang.

Dalam melanjutkan aturan perkara Pasal 138 ayat (1) KUHAP bahwa Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Negeri Jakarta Utara setelah menerima hasil penyidikan dari penyidik segera mempelajari dan menelitinya dalam waktu 7 (tujuh) hari  untuk wajib memberitahukan kepada penyidik bahwa hasil penyidikan itu sudah lengkap atau belum, dan Pasal 183 KUHAP “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.” Apabila dicermati dari segi hubungan antara dua himpunan, dan premis sebagai proposisi yang digunakan untuk mendukung kesimpulan.

Begitu juga pada pokok perkara pidana KUHAP menurut Pasal 1 angka 28 KUHAP dalam mendefinisikan keterangan ahli sebagai keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Namun jika Saksi ahli tidak memberikan keterangan pasti, dapat dikenakan sanksi pidana penjara seperti yang diatur dalam UU Pasal 161 ayat (2) dan Pasal 3 KUHAP.

Pada sidang tertutup selasa 4 September 2025 kemarin, Jaksa penuntut umum di Pengadilan Negeri Jakarta Utara menuntut  terdakwa selama 13 tahun, sehingga membuat miris keluarga Terdakwa dan para saksi yang mengetahui peristiwa tersebut sejak awal kejadian hingga mengetahui dimana saja aktifitas terdakwa berada yang dituduhkan korban, sehingga atas tuntutan jaksa penuntut umum, kasus ini membuat publik memandang serius, apakah kinerja Jaksa Penuntut Umum mengedepankan etika hati yang murni dan menjaga kehormatan hukum yang bermartabat atau sebaliknya. Namun demi hukum berkeadilan, Terdakwa dan keluarga terdakwa serta para saksi yang mengetahui peristiwa tersebut harus tetap menghormati hukum yang berlaku di Indonesia.

Menurut Sepra Yogi Lionel. SH. MH penasehat hukum Terdakwa, saat diwawancarai wartawan mengatakan kami menghormati tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebab itu tugas JPU yang mempunyai haq dalam menuntut suatu perkara namun diperlukan juga hati yang bersih serta melihat fakta-fakta kebenaran dalam menuntut.

Alat bukti visum et Repertum dengan nomor 255/IV/PKT/IX/2023 RSCM Cipto Mangun Kusumo pada tanggal 12 September 2023 yang ditanda tangani oleh dokter Aria Yudistira Sp, FM tidak bisa dijadikan alat pembuktian sah sebab lemah, yang tidak mampu menerangkan pasti tentang Cristal Mani, DNA nya milik siapa dan robekan lama, apa benar karna persetubuhan atau karna hal lain yang berkemungkinan karna Naik sepeda, atau Olahraga senam, atau sedang panjat pohon, atau juga sedang Onani, atau juga sedang Pap smear yaitu prosedur pemeriksaan untuk mendeteksi serviks pada wanita. Ditambah lagi Keterangan Visium et Repertum saksi ahli forensik yang tidak dapat menerangkan pasti DNA Cristal Mani milik siapa dalam sidang yang lalu. Ujarnya.

Sedangkan Jaksa menuntut dalampenuntutannya hanya menyalin pada BAP, seharusnya Jaksa melihat fakta persidangan bahwa didalam fakta persidangan tidak terbukti perbuatan yang didakwakan pada pasal yang dituduhkan, dalam hal ini mungkin menurut saya binggung menuntut apa. Apa yang dituntut sementara fakta dalam persidangan tidak terbukti perbuatan sesuai dakwaan dan tidak terbukti pasal persetubuhan yang dituduhkan. Lanjutnya.

Menurut Sepra Yogi Lionel. SH. MH penasehat hukum Terdakwa, setelah digali didalam proses persidangan tidak terbukti namun Jaksa penuntut yang menuntut menghukum 13 tahun dikurangi masa tahanan, ya sudah, itu haq mekanisme Jaksa sendiri dengan pendapat kuasa hukum yang berbeda dalam berpikir untuk menciptakan menegakkan keadilan. Sebab dalam fakta persidangan setelah digali dari Berkas Acara Pidana (BAP) dengan bukti visium dan saksi-saksi yang Jaksa hadirkan, tidak mampu membuktikan bahwa saksi mengetahui sebenarnya kejadian dan ini besar kemungkinan adalah kasus yang dipaksakan sebab alat visium tidak akurat dan lengkao, sedangkan Cristal Mani tidak ditemukan DNA identitasnya milik siapa. Apa ini milik binatangkah, apa milik syaithankah, atau milik manusia. Kalau manusia siapa pemiliknya, maka dalam hal ini waktu dilakukan penyelidikan, terlapor diperiksa penyidik di Polres Jakarta Utara yangsempat juga dilakukan SimpleSwab sebanyak dia kali dalam pemeriksaan sebagai perbandingan visium yang seharusnya sudah bisa menerangkan DNA milik siapa sebelum dilimpahkan didalam pengadilan, namun yang menjadi kejanggalan adalah kenapa barang bukti simple swab seakan dihilangkan atau tidak dihadirkan didalam persidangan, artinya ini membuktikan bahwa alat bukti visium bukan milik si terdakwa, bisa saja milik orang terdekat korban atau orang lain. Ujarnya

Barang bukti Simple swab yang dihilangkan itu sudah masuk pidana, nah ini yang saya tidak mau sejak awal masuk pokok perkara, namun kenyataannya karna ini sudah dalam pokok perkara maka saya gali jawaban-jawaban para saksi dan korban yang diarahkan bapak nya bahkan Jaksa pun ikut mengarahkan sehingga yang mulia hakim mengusir keluar bapaknya dalam sidang, begitu juga saksi-saksi lainnya dari saksi ahli forensik dari hasil Visium yang menurut saya tidak lengkap dan DNA yang tidak diketahui siapa pemiliknya. Katanya

Ini seperti ada yang ditutup-tutupi padahal seseorang yang bisa dijadikan tersangka itu minimal mempunyai dua alat bukti yaitu dari penyidik ke penyelidikan. Pertama keterangan korban sendiri apa benar disetubuhi, kemudian kedua keterangan si terlapor, nah terlaporkan tidak merasa berbuat atau tidak mengakui, berarti terlapor tidak berbuat. Ketiga jika tidak ada lagi berarti visium, nah visium inilah yang seharusnya diperkuat, apa yang ditemukan cairan Mani didalam vagina anak tersebut, namun faktanya kan tidak ada dan saksi ahli forensik pun tidak bisa menerangkan DNA milik siapa. Dan kita juga tidak tahu karakter anak tersebut, bisa saja dia berhubungan dengan orang lain, dan tiba-tiba korban masuk ke sana dan tiba-tiba si ibu tahu anaknya ada disana, Jadi menurut saya ini adalah sebuah settingan untuk menjebak terdakwa dan itu terlihat didalam persidangan, kenapa ibu korban tahu langsung anaknya di atas dan tiba-tiba tahu ada dikamar, sementara si ibu bicara dengan terdakwa di saat membetulkan sepeda anaknya diluar kamar, sementara istri terdakwa ada di lokasi tersebut. Lanjutnya

Dari fakta persidangan si istri yang saat itu berada dibelakang menggantikan berjualan alat-alat konpeksi. Jadi kapan terdakwa menarik paksa korban, sementara dilokasi Ramai dan ada CCTV, namun saat kejadian penyidik datang memory CCTV nya dihilangkan, padahal jika memory CCTV yang hilang itu dihadirkan, pastinya tampak kebenaran sesungguhnya yang seharusnya ada didalam persidangan. Jadi keterangan para saksi yang hadir mengambil menurut keterangan korban saja yang katanya korban ditarik, secara logika itu tidak mungkin terjadi sebab lokasi ramai dan ada istri terdakwa dan diatas TKP ada yang ngontarak. Kecuali rumah itu kosong tanpa penghuni. Ujarnya

Jadi menurut saya tuntutan itu secara ke ilmuan sebagai penegak hukum, salah satunya Jaksa sebagai penegak hukum juga dan Jaksa yang seharusnya bertugas bukan untuk memenjarakan orang atau bertugas mencar-cari kesalahan orang. Ada saatnya Jaksa membenarkan kejadian dan menghentikan tuntutan, kenapa apa yang dituntut sementara secara hukum dan analisa hukum serta fakta yuridis tidak ditemukan bukti dari pasal dakwaan yang dituduhkan. Kalau ini ada tuntutan berati Jaksa tidak bekerja profesional sebab dia hanya bekerja sebagai petugas penuntut saja. Ada saatnya Jaksa menghentikan tuntutannya “Bahwa kami tidak ada tuntutan karna hasil persidangan tidak ditemukan maka mohon pengadilan Hakim untuk mempertimbangkan putusannya. ” Jk Jaksa berkata itu maka itu lebih arif bijaksana dan terhormat ketimpangan menuntut. Namun kembali lagi itu haq saudara Jaksa untuk menuntut. Tuturnya.
(Fachrul Rozi).