Stop Kekerasan Seksual, Diah Pitaloka : RUU TPKS Identik Untuk Memperjuangkan Nasib Perempuan

JAKARTA, Tingginya angka kekerasan seksual terhadap perempuan di Indonesia hingga mencapai 90 persen menginspirasi kalangan DPR di Senayan merancang sebuah Undang-undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). RUU TPKS ini bertujuan untuk memperjuangkan kaum perempuan di Indonesia.

Anggota DPR RI Diah Pitaloka mengatakan kekerasan seksual pada perempuan sampai dengan saat ini berada dikisaran angka 90 persen. Hal ini yang menyebabkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) lebih identik kepada perempuan serta menimbulkan aksi afirmatif untuk memperjuangkan ruang politik bagi perempuan dalam memperjuangkan nasib serta martabatnya.

“Ya tentu dengan semangat affirmative action yang memperjuangkan ruang politik bagi perempuan termasuk di lembaga legislatif ini dan kita merasa ini bagian dari dorongan moril kita untuk memperjuangkan nasib kaum perempuan termasuk di gedung DPR/MPR ini,” ucap Diah dalam Diskusi Media DPR RI dengan tema ‘Stop Kekerasan Seksual di Sekitar Kita!’ di Ruang Abdul Muis DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat (26/11/2021).

Diah mengatakan RUU TPKS ini merupakan hal yang tidak mudah. Ia menilai, RUU ini menantang paradigma mainstream yang menjadi mayoritas di dalam masyarakat yang mengakibatkan konteks hukum, sosiokultural, sosial budaya cenderung menakuti korban kekerasan seksual.

Oleh karena itu salah satu agenda penting dalam RUU TPKS ini berbicara mengenai pencegahan yang di dalamnya berisikan pendidikan. “Karena begitu kuatnya pandangan sosial yang katanya patriarki, karena masih melihat perempuan memiliki tempat berbeda dengan laki-laki dan ini cukup kental di lingkup masyarakat,” terang Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu.

Dirinya menegaskan RUU ini tidak hanya sebagai gerakan normatif, tetapi terbaca dan terasa gerakan sosialnya di masyarakat dalam membongkar paradigma patriarki itu. “Jadi kita berharap kesadaran publik yang menjadi gerakan sosial itu bisa merubah paradigma hukum,” tandas Anggota Komisi VIII DPR RI itu.

Meski RUU TPKS masih terkendala sejumlah perdebatan antar-fraksi di DPR, Diah optimistis RUU ini bisa disahkan. Apalagi semangat anggota DPR periode ini terkait RUU TPKS terbilang lebih baik. “Kalau RUU ini gagal disahkan, bagaimana nasib korban-korban atau kasus-kasus kekerasan seksual. Kita harus merespons lewat produk hukum. Jangan sampai banyaknya kasus kekerasan seksual menjadi wajah peradaban Indonesia,” ujar Diah.

Ia berharap, RUU TPKS ini dalam kerangka serta kehidupan bernegara mampu untuk terus mengedepankan perubahan mengenai konstruksi pikir sosial budaya di masyarakat. “Kita kedepankan dalam melakukan perubahan yang hari ini masih melahirkan ketidakadilan terutama bagi sebagian besar kaum perempuan, sesuai dari data yang kita terima,”pungkasnya.(yo)