Mahfud MD Diminta Refleksi BLBI Bank Centris Internasional, PP 28 Melanggar UU

Hari Anti Korupsi Sedunia ditegaskan Prof Mahfud MD, menjadi momentum untuk refleksi sejauhmana pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia.

Penegasan itu disampaikan Mahfud MD saat menghadiri acara Hari Antikorupsi Sedunia 2023 bersama Sahabat Ganjar-Mahfud Jawa Barat, di Hotel Grand Preanger Bandung, Jawa Barat, Sabtu (9/12/2023).

Mahfud MD mengatakan, pemberantasan korupsi harus dilakukan dengan benar dan sungguh-sungguh. Ia juga menyinggung persoalan BLBI 1998 yang sampai sekarang belum tuntas selesai.

Nah, terkait pernyataan Mahfud MD bahwa pemberantasan korupsi harus dilakukan dengan benar dan sungguh-sungguh, juga  persoalan BLBI 1998, ada baiknya Cawapres Nomor urut 3 ini mendengarkan pernyataan Andri Tedjadharma, seorang pemegang saham Bank Centris Internasional yang terus menerus dizolimi  sejak persoalan BLBI 1998 terjadi hingga detik ini.

Dalam keterangan tertulisnya, pada Selasa (12/7) pagi, Andri Tedjadharma secara gamblang memaparkan posisi Bank Centris Internasional terhadap Depkeu (sekarang Kemenkeu-red) dan jajarannya.

“Pertama, Bank Centris Internasional tidak ada hubungan hukum apapun dengan BPPN atau Badan Penyehatan Perbankan Nasional. Karena Bank Centris Internasional tidak menandatangani APU MSAA dan MRNIA, dan tidak menandatangani personal guarantee pada BI atau pada BPPN,” tulis Andri.

Kedua, Bank Centris Internasional tidak terdaftar sebagai bank yang harus diselesaikan oleh BPPN sesuai audit BPK November 2006.

Ketiga, Bank Centris Internasional sudah diadili di pengadilan sejak tahun 2000, sehingga tidak ada pihak yang boleh ikut campur urusan Bank Centris Internasional dengan BPPN yang belum inkrah di pengadilan.

Keempat, perjanjian Bank Centris Internasional adalah dengan Bank Indonesia sesuai Akte 46 dan 47. Adapun cessie antara Bank Indonesia dengan BPPN dalam Akte 39 tidak diketahui oleh Bank Centris Internasional. “Di mana perjanjian Bank Centris Internasional dengan Bank Indonesia sesuai akte 46 dan 47 juga belum selesai,” jelas Andri.

Kelima, Bank Centris Internasional milik kami dengan nomor rekening 523.551.0016, tidak pernah menerima dana BLBI, bahkan Rp1 pun. Dana BLBI itu masuk ke nomor rekening 523.551.000. Ini nomor rekening rekayasa mengatasnamakan Bank Centris Internasional, di mana pembuatan rekening ini hanya bisa dilakukan oleh orang dalam Bank Indonesia.

“Bank Centris rekayasa Bank Indonesia no 523.551.000 yg menerima BLBI, karena saldo debet bukanlah Bank Centris Internasional yang sebenernya atau asli. Rekening Bank Centris Internasional yang benar adalah no 523.551.0016 bersaldo positive dan tidak bersaldo debet pada tanggal 31 des 1997,” papar Andri.

PP 28 Melanggar UU

Andri Tedjadharma juga menyinggung PP 28 yang digunakan Satgas BLBI dalam menyita aset miliknya.

Andri memaparkan, PP 28 tidak dapat diberlakukan pada Bank Centris Internasional karena tidak ada keputusan di pengadilan mana pun yang menyatakan pemegang saham penanggung hutang baik di Pengadilan Negeri (PN) dan pengadilan tinggi (PT) maupun Mahkamah Agung (MA).

“Tidak pernah ada amar putusan yang menyatakan pemegang saham penanggung hutang. Bahkan di PN dan PT tidak menyinggung soal kewajiban siapa, apa yang menjadi kewajiban. Sekali lagi karena Bank Centris Internasional tidak pernah menandatangani APU dan lainnya, surat terhadap BI ataupun BPPN kecuali perjanjian jual beli promes dengan jaminan pada Akte 46 dan 47 adalah sah dan berharga menurut amar putusan MA No 1688,” tulis Andri panjang lebar.

Andri pun membuat kesimpulan, bahwa KPKNL, SATGAS dan PUPN tidak berhak untuk memanggil, membuat keputusan dan paksa bayar di luar pengadilan, menagih apalagi menyita harta yang bukan milik Bank Centris Internasional maupun jaminan Bank Centris Internasional pada Bank Indonesia.

Karena itu, semua perbuatan di atas “yang telah dilakukan terhadap Bank Centris Internasional” adalah perbuatan melawan hukum dan seyogyanya dipidana.
“Satgas, KPKNL dan PUPN sama sekali tidak ada hak atas Bank Centris Internasional,” tulis Andri Tedjadharma.