(www.potretindonesia.com) Sidang Reflik Ijal pada tanggal 18 Februari 2025 berlanjut ke babak duplik untuk mempertegas bahwa berdasarkan bukti-bukti dan para saksi bahwa Ijal sebagai terdakwa terbukti tidak bersalah melakukan tidak pidana pasal 81 ayat (1) UU RI no. 17 tahun 2016, namun Jaksa penuntut umum yang masih mempertahankan prinsip sebagai petugas penuntut, dengan tuntutannya 13 tahun penjara berdasarkan surat penetapan hakim ketua no. 956/Pid.Sus/2024/PN.Jkt.Utr. tanggal 30 Oktober 2024 mencoreng marwah kejaksaan.
Sejak sidang epsepsi hingga replik, JPU terbukti tidak bisa memberikan bukti otentik didalam proses persidangan baik dari keterangan para saksi maupun korban anak yang menurut Ainal Mardhiah, SH.,MH bahwa Testimonium De Auditu diperlukan Ketajaman rasa hakim dalam menganalisis kasus yang berdasarkan peraturan secara abstrak dan kongkrit dalam perkara, agar melahirkan putusan yang dapat dipertanggungjawabkan oleh hakim.
Didalam proses persidangan, saksi anak korban yang diarahkan ayah dan Jaksa, membuktikan bahwa kasus ijal ini. Ada pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab berusaha untuk memenjarakannya ijal dengan keterangan yang tidak masuk logika hukum dan terbukti didalam proses persaksian, ayah yang saat mendampingi korban anak untuk diminta keterangan oleh hakim, lalu ayah korban anak diusir keluar dari sidang lantaran mengarahkan kesalahan berucap keterangan saksi korban anak.




Hakim dengan haq keyakinannya seharusnya sudah bisa menilai bahwa saksi sebagai salah satu alat bukti diduga sudah ada perbuatan kebohongan didalam pembuktian proses persidangan dan demi hukum berkeadilan. Hakim ketua beserta Hakim anggota yang sesuai peraturan dalam pasal 242 kitab UU Hukum Pidana seharusnya melakukan musyawarah bahwa ada unsur kebohongan didalam persidangan.
Begitu juga pada proses persidangan saksi ahli sebagai saksi yang mempunyai keahlian khusus tentang hasil visum et Repertum dengan nomor 255/IV/PKT/IX/2023 RSCM Cipto Mangun Kusumo pada tanggal 12 September 2023 oleh dokter Aria Yudistira Sp, FM, yang seharusnya bisa menerangkan dengan pasti demi hukum yang terang dan kepastian tentang Kristal mani, DNA milik siapa serta Robekan pada selaput dara dikarenakan apa.? Namun, Hal hasil didalam sidang, Saksi ahli tdak bisa menerangkan bukti dengan pasti.
Replik yang disampaikan JPU yang hanya menyalin keterangan yang ada di BAP dalam analisis wartawan potret Indonesia diduga ada pihak-pihak yang berusaha pemaksaan untuk menghukum Terdakwa ijal. Menurut Sepra Yogi Linel. SH. MH akan menjawab replik JPU dengan duplik pada selasa minggu depan bahwa perbedaan pendapat hukum dengan JPU dengan kuasa hukum menjadi momok serius untuk terciptanya rasa hukum berkeadilan bahwa terdakwa benar-benar terbukti tidak bersalah apa yang dituduhkan JPU pada pasal tersebut. Ujarnya
Kuasa hukum terdakwa Sepra Yogi Linel. SH. MH, menilai bahwa JPU hanya sebagai petugas penuntut sajadan itu wajar karena mereka punya haq sebagai petugas dalam menuntut yang tidak sependapat dengan kami kuasa hukum terdakwa, bahwasannya kami berkeyakinan selama proses persidangan yang cukup memakan waktu ini, terdakwa terbukti tidak bersalah. Namun kita akan duplik untuk membantah replik JPU minggu depan. Bahwa isi replik Jaksa penutup umum pada prinsipnya yang tetap pada tuntutan, menyanggah, dan membantah tidak sependapat dengan Pledoi kami. Bahwa JPU tetap berkeyakinan bahwasannya terdakwa harus dianggap sebagai orang yang mampu bertanggungjawab perbuatannya sebagai perbuatan yang bersifat melawan hukum. Namun sayangnya ke profesional JPU pada proses persidangan, tidak menunjukkan dasar hukum yang pasti dalam membuktikan perkara.
Padahal kepastian itu untuk demi hukum yang berkeadilan dan bermartabat seperti contoh hadirnya saksi ahli visium yang menurut replik JPU mengatakan bahwa korban anak menderita luka robek pada selaput dara pada alat kelamin itu dikarenakan apa. Apa benar karna persetubuhan atau karna hal lain yang berkemungkinan besar karna Naik sepeda, atau Olahraga senam, atau sedang panjat pohon, atau juga sedang Onani, atau juga sedang Pap smear yaitu prosedur pemeriksaan untuk mendeteksi serviks pada wanita. Keterangannya.
Tuntutan replik JPU dipandang perlu demi hukum berkeadilan bahwa JPU tidak mewujudkan terciptanya rasa keadilan yang didalamnya terdapat ada haq asasi manusia (HAM) sebagaimana penghotmatan dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) sebagai pilar dasar dari suatu negara hukum. Sehingga, hal Ini diduga terdapat suatu perbuatan dan perlakuan yang tak menyenangkan, yang telah menimbulkan ketidakpastian hukum keadilan yang diduga telah terjadi kesewenang-wenangan baik penyidik maupun penuntut umum bagi pihak yang dilaporkan.
Seperti yang telah diberitakan oleh potretindonesia.com pada 18 februari 2025 yang lalu bahwa didalam perkara Ijal Diduga ada Kejahatan Penyidik Atas Putusan JPU dan tergambarkan dalam pandangan hukum Ainal Mardhiah, SH.,MH yang telah dilantik pada 5 Januari 2024 waktu lalu sebagai hakim agung pidana, menuturkan bahwa Testimonium De Auditu diperlukan Ketajaman rasa dalam menganalisis kasus berdasarkan peraturan yang ada secara abstrak dan kongkrit, agar dalam perkara melahirkan putusan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Dan begitu juga kata Prof (HCUA) Dr H Sunarto SH MH, Guru Besar Kehormatan Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga (Unair), bahwa Hakim adalah sosok yang sangat penting didalam persidangan. Sebab Hakim yang memegang kendali didalam persidangan hingga menghasilkan keputusan. Namun sejatinya, hakim bukan hanya sebatas mengesahkan putusan saja, tapi harus mampu menjadi garda terdepan dalam mewujudkan keadilan.
“Pemimpin yang berintegritas merupakan aset terbesar dalam membangun kepercayaan. Tanpa integritas tidak mungkin ada kepercayaan, tanpa kepercayaan berarti tidak ada kepemimpinan”. Pernyataan ini ditegaskan oleh Ketua Mahkamah Agung (MA) Prof. Dr. H. Sunarto, S.H., M.H., dihadapan para hakim dari seluruh Indonesia saat memberikan pembinaan yang digelar secara hybrid pada Rabu, 19 Februari 2025. Acara yang berlangsung di Balairung Mahkamah Agung ini mengusung tema “Kepemimpinan dan Integritas”. Pungkasnya.
Senada dalam menyambung perkara ijal, Menurut Prof.Dr. Maroni. SH. M. Hum. Bahwa perkara pidana perlu pengkajian dalam proses peradilan pidana seperti halnya pasal 28D ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama terhadap hukum.
Unsur pemaksaan dalam proses peradilan pidana setidaknya terdapat dua kepentingan hukum yang harus dilindungi secara bersamaan yaitu kepentingan hukum masyarakat dan kepentingan hukum individu. Berdasarkan UU mengingatkan bahwa pada hakikatnya, penahanan merupakan tindakan perampasan terhadap hak asasi manusia (Ham) yang tidak dapat dipakai secara sewenang-wenang, Dan hal ini sudah ditentukan pada pasal 9 ayat (1) kovenat internasional tentang hak-hak sipil dan politik.
Alasan adanya perlindungan dua kepentingan tersebut adalah sebagai landasan bekerjanya peradilan pidana untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil dalam proses peradilan pidana, tidaklah hilang baik sebagai tersangka, terdakwa maupun terpidana. Oleh karena itu, penegakan hukum pidana hendaknya menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM) baik yang terdapat di dalam “the international bill of human rights”, maupun instrumen-instrumen internasional tertentu yang berkaitan dengan bidang administrasi peradilan pidana, yang dirancang didalam
“international bill” PBB.
KUHAP telah meletakan titik dasar humanisme dan merupakan suatu era baru dalam dunia peradilan di Indonesia, karena tujuan perlindungan atas harkat dan martabat tersangka dan terdakwa dalam undang-undang merupakan tujuan utamanya, dihubungkan dengan adanya tugas yuridis Polri secara luas. Tetapi luhur dan mulia jelas merupakan beban yang sangat berat bagi institusi polri tersebut. Sehingga menurut Barda Nawawi Arief, harus didukung pula oleh aparat pelaksana yang berkualitas dan berdedikasi tinggi. Namun demikian padakeyataannya, tidak dapat dipungkiri bahwa setiap hari kita masih mendengar dan bahkan menyaksikan sendiri pada proses penyidikan dengan menggunakan upaya paksa terhadap seorang warga masyarakat yang dilakukan secara sewenang-wenang tanpa mengindahkan hak-hak tersangka tersebut. Tuturnya.
Ditjen Litigasi Kemenhukham Muhaimin Aldi dalam memberikan pendapat tentang , Pasal 335 ayat ayat (1) KUHP dan Pasal 21 ayat (4) KUHAP, terdapat permasalahan implementasi norma. Apabila ada kekurangan atau kelemahan dalam tataran praktik seperti sikap penegak hukum yang tidak profesional. Maka dapat dilaporkan pada propam. “Atau juga sudah disediakan hal lain, yaitu dengan upaya praperadilan lembaga peradilan,” jelasnya.
(Fahrul Rozi)