JAKARTA- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan saat ini pihaknya tengah menunggu restu dari Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) perihal pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Penegakkan Hukum (Gakkum) Pertambangan Ilegal di Indonesia.
Plt. Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM (Purn) Bambang Suswantono mengatakan, saat ini pihaknya tengah menunggu Keputusan Presiden (Keppres) untuk bisa meresmikan Satgas Penegakkan Hukum Pertambangan Ilegal di dalam negeri.
“Itu kita masih nunggu, ya nunggu Keppres atau apa turun, belum (resmi terbentuk),” ungkap Bambang saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (11/12/2023).
Adapun saat ini, Bambang mengatakan, draf tim Satgas Gakkum Pertambangan Ilegal sudah selesai disusun oleh Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam). Dengan begitu, pihaknya tinggal menunggu persetujuan Presiden RI Jokowi.
“Drafnya (Tim Satgas Gakkum Pertambangan Ilegal) sudah, drafnya dari Menko Polhukam kalau nggak salah ya, kita tunggu itu (Keppres),” tambah dia.
Oleh karena itu, dia berharap persetujuan Presiden bisa segera diperoleh.
“Ya mestinya, ini kan sudah bulan 12, semoga saja segera,” jawab Bambang saat ditanya target dikantonginya persetujuan Presiden untuk pembentukan Satgas ini.
Seperti diketahui, salah satu tantangan dalam tata kelola sektor pertambangan di Indonesia adalah masih maraknya aktivitas penambang ilegal atau pertambangan tanpa izin (PETI). Selain merusak lingkungan dan mengganggu konservasi, menjamurnya tambang ilegal juga merugikan negara.
Bahkan tak jarang, kerap menyulut konflik sosial dan keamanan.
Berdasarkan hasil pemetaan, telah identifikasi terdapat sebanyak lokasi 2.741 PETI. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.215 lokasi telah ditetapkan sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).
Bambang mengungkapkan, diperlukan pendekatan khusus dan pembinaan untuk menertibkan praktik-praktik penambangan tanpa izin yang dilakukan oleh masyarakat setempat.
Sikap proaktif Pemda juga diperlukan dalam memperjuangkan pertambangan rakyat. Sebab pengajuan WPR sendiri dilakukan oleh Gubernur kepada Menteri ESDM dengan mempertimbangkan rekomendasi dan kesesuaian tata ruang, daya dukung lingkungan, dan daya tampung kegiatan.
Dilanjutkan dengan evaluasi oleh Bappeda, Dinas PUPR, dan Dinas Lingkungan Hidup. WPR juga harus memenuhi kriteria yang disebutkan Pasal 22 UU 3 Tahun 2020.
Titik fokus Ditjen Minerba dalam mengatasi tambang ilegal juga menyoroti “pemain-pemain besar” yang disinyalir sudah menambang secara ilegal dari lama dan terus menggerogoti potensi penerimaan negara.
Meski dibayang-bayangi polemik “backingan”, Bambang menyebutkan bahwa pihaknya berkomitmen untuk tegas menumpas PETI dengan segera membentuk satuan tugas (satgas) yang menangani illegal mining.(yo)