Sidang Tertutup Dakwaan Jaksa Penuntut Umum

Penegakan hukum berkeadilan merupakan kewajiban yang harus ditegakkan bagi suatu negara, khususnya Indonesia. Dalam proses penegakan hukum berkeadilan dibutuhkan lembaga yang diisi oleh orang-orang yang berintegritas, berkomitmen, dan berdedikasi sehingga menghasilkan lembaga independen sejati.

Persoalan penegakan hukum di Indonesia tak kunjung usai, sebab kurangnya integritas, komitmen, serta dedikasi dari aktor penegak hukum di Indonesia. Bagaimana sistem hukum yang mampu berjalan disuatu negara jika pengaruh dalam menentukan jalan pada sistem pemerintahan kurang profesional dan berintegritas rendah di negara tersebut sebagai hukum pilar penting dalam merepresentasikan baik buruknya suatu pemerintahan. 

Masyarakat luas selalu mencermati lebih setiap permasalahan-permasalahan penegakan hukum yang ada di Indonesia sebagai prinsip negara Indonesia yang berpegang pada berpedoman kepada Pancasila sebagai falsafah way of life, artinya Indonesia berpedoman kepada nilai-nilai yang ada pada Pancasila yaitu sila ke-5 yang berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Akan tetapi, pada kenyataannya, ketidakadilan kerap terjadi di negara ini, utamanya berkenaan dengan konteks hukum.

Pengadilan Negeri (PN) jakarta Utara, pada persidangan tertutup dalam Pasal 81 ayat 1 tentang perlindungan anak, adalah Salah satu kejahatan terhadap anak yang sampai saat ini masih menjadi trending topik perhatian publik terhadap kejahatan seksual yang  banyak terjadi di sekeliling kita, bahkan terkadang dilakukan oleh orang yang paling dekat dengan sang anak, seperti kejahatan seksual yang dilakukan oleh seorang ayah kepada anaknya (baik ayah kandung maupun ayah angkat), bahkan kasus yang sama pernah terjadi di tahun 2014 lalu.

Kasus yang sempat menggemparkan dunia pendidikan terhadap kejahatan seksual disalah satu sekolah “bertaraf internasional” yang “diduga” dilakukan oleh seorang oknum pendidik, serta masih banyak kasus kejahatan seksual lainnya yang terjadi diberbagai pelosok nusantara.

Namun dari sebuah kasus,  ada pula pemanfaatan untuk menjerat seseorang walau BAP nya diluar nalar logika bisa menjadikan seseorang menjadi tersangka, misalnya pada UU pelecehan atau persetubuhan anak dibawah umur yang diatur dan diancam. Pada Pasal 81 ayat (1) UU RI No. 17 Tahun 2016 tantang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU RI No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP tersebut. Namun Kerap kali aturan hukum Kuhp yang telah diatur dalam undang-undang, banyak aktor-aktor hukum merusak hukum itu sendiri.

Dari pemantauan wartawan Potret Indonesia terdengar kabar bahwa di dalam Pengadilan Negeri Jakarta Utara, ada pengajuan keluarga untuk Epsepsi artinya keberatan atas dakwaan penuntut umum dalam sidang tertutup untuk dapat mengemukakan argumentasi yang menguntungkan diri terdakwa, JPU dinilai keliru dalam menyetujui berkas hasil penyidik sebagai penuntutan dengan alat bukti yang dituduhkan terhadap terdakwa sehingga kasus ini menjadi sengketa.

Dari hasil investigasi pada kasus yang terjadi di tanggal 6 November 2023, tidak jelas perkaranya, sebab tidak adanya pengolahan TKP dan tidak ada Rekonstruksi, yang merupakan salah satu proses saat menangani kasus pidana. Pihak kepolisian yang seharusnya  melakukan pemeriksaan kepada tersangka yaitu me-reka ulang agar bisa membantu kepolisian dalam memahami lebih detail terkait tindak kejahatan pidana yang terjadi.

Dari informasi kesenjangan hukum pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara, sesudah sidang tersebut menurut  SEPRA YOGI LINEL, S.H., M.H sebagai pihak penasehat hukum ke tiga terdakwa, diharapkan Kebijaksanaan Hakim Yang Mulia dapat bertindak adil dan bijaksana terhadap semua pihak yang telah memberikan kesempatan yang sama baik kepada Jaksa Penuntut Umum yang telah menyusun dakwaannya kepada Terdakwa, maupun kepada kami selaku penasihat hukumnya terdakwa agar pengajukan Eksepsi (Keberatan atas dakwaan), hakim yang mulia dapat mempertimbangkan demi hukum yang berkeadilan.

Eksepsi ini sangat penting bagi seorang terdakwa dalam kejelasan mata hukum  berkeadilan untuk seluruh rakyat Indonesia, yang dilaporkan oleh orang tua korban, demi
memastikan terpenuhinya keadilan yang menjadi hak terdakwa sebagaimana diatur dalam Pasal 156 KUHP yaitu “Mengatur tentang eksepsi dalam hukum acara pidana atas dakwaan yang diajukan oleh Penuntut Umum”. Ujarnya.

Surat dakwaan yang dibuat penuntut umum alat bukti visium ini dalam pandangan kami hanya terdapat ke sanksian tunggal yang tidak dapat dibenarkan dalam KUHP. (Fachrul Rozi).