Rudi Jw : Siapa Pihak yang Bertanggungjawab Atas Tewasnya 2 Pekerja Tambang di Beltim?

BELITUNG TIMUR, – Tragedi kecelakaan 2 pekerja tambang yang tewas tertimbun di Kelapa Kampit Kabupaten Belitung Timur beberapa hari yang lalu hingga berita ini dimuat belum juga ada kejelasan tentang siapa pihak yang bertanggungjawab dalam peristiwa naas tersebut.

Kedua korban Naryo ( 34) dan Andri (22) yang melakukan pekerjaan penggalian timah di lokasi IUP PT MCM, di Kelapa Kampit Kabupaten Belitung Timur.

Ketua Wakasbangda Beltim Rudi Juniwira, mengatakan ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian guna menyimpulkan siapa yang paling bertanggug jawab terhadap kejadian tersebut :

  1. Kejadian tersebut digolongkan kecelakaan tambang atau kecelakaan kerja biasa, Berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1827K/30/MEM/2018 tentang Pedoman pelaksanaan Kaidah teknik pertambangan yang baik.

Kecelakaan tambang memenuhi 5 (lima) unsur, terdiri atas:
1) benar-benar terjadi, yaitu tidak diinginkan, tidak direncanakan, dan tanpa unsur kesengajaan;
2) mengakibatkan cidera pekerja tambang atau orang yang diberi izin oleh kepala teknik tambang (KTT) atau penanggungjawab teknik dan lingkungan (PTL);
3) akibat kegiatan usaha pertambangan atau pengolahan dan/atau pemurnian atau akibat kegiatan penunjang lainnya;
4) terjadi pada jam kerja pekerja tambang yang mendapat cidera atau setiap saat orang yang diberi izin; dan
5) Terjadi di dalam wilayah kegiatan usaha pertambangan atau wilayah proyek.

Menurut informasi yang ia terima di lapangan bahwa unsur pertama, ketiga dan ke lima itu sudah terpenuhi tinggal dipastikan bahwa unsur yang ke dua dan keempat tersebut, apakah orang yang meninggal tersebut adalah pekerja atau orang yang diberi izin oleh KTT atau PJO untuk usaha jasa pertambangannya.

“Jadi kalau salah satu unsur tidak terpenuhi maka orang yang meninggal tersebut bukan dikarenakan kecelakaan tambang,”ujar Rudi.

Terkait dengan saudara Hardi (29) yang di duga orang yang bertanggung jawab dan dalam kasus ini dikenakan pasal 158 undang-undang nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang mineral dan batubara.

“Ini sebenarnya adalah pidana tambahan bukan menjadi pidana primernya. Karena kasusnya adalah matinya sesorang karena kesalahan atau kelalaian yang diatur dalam pasal 359 Kitab Undang-undang Hukum Pidana,”terangnya.

Rudi menambahkan, siapa saja yang lalai atau adanya kesalahan pihak-pihak terkait, ini yang mesti di dalami oleh aparat penegak hukum. karena saudara hardi tidak mungkin berdiri sendiri dan disini ada tanggung jawab pemegang IUP karena membiarkan orang lain masuk dalam wilayah IUP milik mereka.

Dalam kasus kecelakaan tambang yang dilakukan oleh perusahaan, lanjut Rudi tidak serta merta dapat hilangnya hukuman pidana yang ada dalam KUHP. melainkan harus dilihat dahulu ketentuan dalam Peraturan Perundang-undangan yang bersifat khusus apakah ada mengatur mengenai ketentuan pidana atau tidak.

Rudi menjelaskan, alam undang-undang yang mengatur mengenai pertambangan yakni undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 berserta perubahannya tidak ada ketentuan mengenai ketentuan pidana dalam hal terjadi kecelakaan tambang yang diakibatkan karena kelalaiannya atau kealpaanya.

“Hal tersebut sesuai dengan prinsip lex specialis derogat legi generalis yang menyatakan bahwa aturan khusus menyampingkan aturan yang bersifat umum, dan ketentuan-ketentuan yang ada dalam aturan hukum umum (lex generalis) tetap berlaku selama aturan hukum khusus (lex specialis) tidak mengaturnya,”ungkap Rudi

Dalam pelaksanaan Kepmen Berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1827K/30/MEM/2018 tentang Pedoman pelaksanaan Kaidah teknik pertambangan yang baik tidak dapat dikatakan lex spesialis dari aturan umum, yakni KUHP karena antara Keputusan Menteri dan Undang-Undang tidak sederajat sesuai dengan hierarki peraturan perundang-undangan padahal syarat untuk menentukan ketentuan tersebut khusus adalah harus sederajat dengan aturan khusus,

“Oleh karena itu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dapat diterapkan karena mengatur dengan jelas ketentuan mengenai matinya sesorang karena kesalahan atau kelalaian yang diatur dalam pasal 359 Kitab Undang-undang Hukum Pidana,”pungkas Rudi.

Penulis : Niza Karyadi