Pilkada Mimika 2024: Tantangan Mengelola PAD Besar Demi Kesejahteraan Rakyat

Potret Indonesia – Kabupaten Mimika dikenal sebagai salah satu daerah di Papua dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang cukup besar. Pada Pilkada serentak 2024, tiga pasangan calon (paslon) bersaing memperebutkan suara warga untuk mendukung visi dan misi pembangunan Mimika dalam lima tahun ke depan. Pemimpin yang diamanahkan untuk mengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) demi kesejahteraan masyarakat secara adil dan merata tengah dipertaruhkan.

Saleh Alhamid, tokoh masyarakat Mimika yang akrab disapa Abah Saleh, menegaskan pentingnya seorang kepala daerah yang memahami birokrasi dan manajemen pemerintahan dalam mengelola potensi daerah yang besar. “Mimika butuh pemimpin yang paham birokrasi dan manajemen pemerintahan, bukan sosok yang hanya menjadi ‘boneka’ kekuasaan untuk mengeruk potensi alam yang melimpah,” ujar Abah Saleh dalam wawancara dengan media.

Menurutnya, ada tiga syarat utama yang harus dimiliki calon kepala daerah di Mimika, yaitu bersih, transparan, dan berintegritas. Dari ketiga kandidat yang bertarung, Abah Saleh menilai Johannes Rettob sebagai sosok yang paling memenuhi kriteria tersebut, baik dari segi latar belakang pendidikan maupun pengalaman yang dimilikinya.

Abah Saleh juga mengkritik keberadaan pemimpin “boneka,” yang digambarkannya sebagai figur yang mendapat dukungan politik namun memiliki agenda kepentingan kelompok tertentu lebih besar daripada kepentingan rakyat. “Jika pemimpin terpilih karena dukungan transaksional, dia akan terjebak dalam pragmatisme politik. Pada akhirnya, kepala daerah itu hanya akan tunduk pada kepentingan pihak yang mengendalikan,” jelasnya.

Dalam kesempatan tersebut, Abah Saleh juga menyoroti pentingnya menjaga nilai toleransi di Mimika. Ia menghimbau agar Pilkada kali ini tidak diwarnai dengan politik identitas dan isu SARA. “Jangan rusak persaudaraan di Mimika hanya untuk memenangkan dukungan politik. Jika hal itu dilakukan, menang atau kalah akan meninggalkan luka sosial yang sulit disembuhkan,” tegasnya.

Masa kampanye yang berlangsung dari 25 September hingga 23 November menjadi kesempatan bagi paslon untuk menyampaikan visi dan misi mereka. Abah Saleh menekankan pentingnya para kandidat mendengarkan suara masyarakat dan merespons keluhan yang ada. “Kandidat harus siap mendengarkan kegelisahan masyarakat tanpa terkecuali. Termasuk jika ada yang mempertanyakan keabsahan ijazah salah satu calon bupati. Semua pertanyaan harus dijawab secara terbuka, bukan dianggap sebagai serangan personal,” pungkasnya.