Timika, — Pelantikan Iwan S. Makatita sebagai Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Gelora Kabupaten Mimika menimbulkan polemik di kalangan insan pers. Pasalnya, Makatita yang juga menjabat sebagai Ketua Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Papua Tengah dinilai melanggar prinsip independensi pers.
Langkah tersebut dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers serta Kode Etik Jurnalistik yang mewajibkan jurnalis menjaga independensi dan menghindari konflik kepentingan.
“Jurnalis yang aktif di partai sebaiknya tidak menjadi pengurus karena akan merusak kredibilitas profesi,” ujar seseorang dari lingkaran Bupati di Timika, Jumat, 10 Oktober 2025.
Potensi Pelanggaran Etika
Sebagai organisasi perusahaan pers yang telah terverifikasi Dewan Pers sejak 2022, JMSI mestinya menjunjung tinggi independensi anggotanya. Namun, Makatita yang juga direktur media siber Torangbisa.com, tetap menerima jabatan politik itu.
Pelantikannya dilakukan secara virtual oleh Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta pada 23 Agustus 2025. Keputusan ini memunculkan pertanyaan di kalangan jurnalis Papua Tengah: masihkah JMSI dapat dipercaya sebagai mitra independen dalam pengawasan pemilu dan pemberitaan politik?
Pelantikan Virtual dan Konsolidasi Politik
Pelantikan Makatita menjadi bagian dari agenda nasional Partai Gelora untuk memperkuat struktur hingga tingkat kabupaten menjelang Pemilu 2029. Dalam sambutannya, Anis Matta—yang juga Wakil Menteri Luar Negeri—menyebut Gelora sebagai “kekuatan baru yang membawa solusi nyata bagi bangsa.”
Sekretaris Jenderal Partai Gelora Mahfuz Sidik meminta para pengurus daerah segera memperkuat basis kader di lapangan.
“Jangan berhenti di pelantikan. Politik Gelora harus menyentuh rakyat,” ujarnya.
Di Papua Tengah, Ketua DPW Gelora H. Abdul Rahman mengumumkan seluruh DPD telah terbentuk. “Kami siap melengkapi syarat administrasi partai dan memperluas rekrutmen kader hingga ke akar rumput,” kata Rahman.
Klaim Restu Bupati yang Dipersoalkan
Kontroversi semakin meluas setelah Makatita menyebut dirinya mendapat restu dari Bupati Mimika Johanes Rettob sebelum menerima jabatan Ketua DPD Gelora. Klaim itu segera dibantah orang dekat Rettob.
“Bupati tidak mengetahui dan tidak pernah memberi restu atas pelantikan itu,” ujar sumber yang enggan disebut namanya.
Rettob, yang baru dilantik sebagai Bupati Mimika periode 2025–2030 setelah memenangkan Pilkada 2024 dengan 77.818 suara (35,66 persen), dikenal dekat dengan sejumlah partai koalisi, termasuk Gelora. Namun, bantahan dari pihaknya menimbulkan pertanyaan baru: apakah Makatita sedang memainkan strategi politik, atau sekadar salah komunikasi?
Sejumlah aktivis pers di Papua Tengah mengecam langkah Makatita. Mereka menilai, rangkap jabatan tersebut bisa mengaburkan batas antara jurnalisme dan politik.
“Ini berbahaya bagi demokrasi lokal. JMSI seharusnya menjadi penjaga transparansi, bukan alat kekuasaan,” ujar seorang jurnalis senior di Timika.
Hingga berita ini diterbitkan, JMSI Pusat dan Iwan S. Makatita belum memberikan tanggapan. Sementara DPW Gelora Papua Tengah menegaskan pelantikan dilakukan sesuai prosedur partai tanpa campur tangan eksternal.
Kontroversi ini membuka kembali perdebatan lama: di tengah kontestasi politik menuju Pemilu 2029, mampukah pers tetap menjaga jarak dari kekuasaan?
