Jaksa Bertindak Koruptor Meradang

JAKARTA, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin tidak main-main dengan ucapannya menuntut mati para koruptor. Hal itu dibuktikannya terhadap Heru Hidayat, terdakwa kasus korupsi PT. ASABRI diganjar jaksa dengan pidana mati.

Kejaksaan menuntut pidana mati terhadap terdakwa kasus korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT ASABRI serta pencucian uang, Heru Hidayat. Namun, Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera itu, menyatakan protes.

Protes tersebut dilayangkan melalui kuasa hukumnya, Aldes Napitupulu. Jaksa dinilai menuntut Heru tidak sesuai dengan pasal dan fakta yang tersaji di persidangan.

“Jaksa telah menyimpangi hukum karena mengajukan surat tuntutan dengan menggunakan pasal yang tidak ada di dalam surat dakwaan,” kata Aldes saat dihubungi, Selasa (7/12).

Dalam surat tuntutannya, Heru dituntut dengan pasal 2 ayat (1) UU Tipikor. Sementara, pasal terkait ancaman pidana mati termuat dalam Pasal 2 ayat (2). Pasal itu yang berisi tentang keadaan tertentu untuk penuntutan hukuman mati. Namun pasal tersebut tak disertakan dalam tuntutan.

Selain itu, jaksa juga dinilai keliru dalam menilai perbuatan Heru Hidayat. Menurut Aldes, perbuatan kliennya dalam perkara ASABRI tidak bisa disebut sebagai pengulangan dari perkara Jiwasraya. Syarat penerapan ancaman pidana mati dalam Pasal 2 ayat (2) ialah pengulangan tindak pidana.

“Perkara ASABRI bukan pengulangan tindak pidana karena tempus (waktu) terjadinya tindak pidana yang didakwakan jauh sebelum perkara Jiwasraya diputus,” kata Aldes.

“Selain itu, Jaksa juga keliru karena yang dimaksud dengan ‘pengulangan tindak pidana’ adalah apabila setelah dihukum, seorang pelaku melakukan lagi tindak pidana yang sama,” kata dia.

Atas dasar itu, Aldes menegaskan bahwa uraian dan tuntutan dari jaksa tidak sesuai dengan fakta di persidangan.

“Uraian surat tuntutan Jaksa juga tidak didasarkan pada fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan,” pungkas dia.

Heru Hidayat dituntut hukuman mati dalam persidangan yang digelar pada Senin (7/12) kemarin. Dia dinilai terbukti melakukan korupsi yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 22,788 triliun dari pengelolaan dana PT ASABRI (Persero) serta pencucian uang.

Pertimbangan Jaksa Tuntut Pidana Mati Heru Hidayat:

Heru Hidayat dalam perkara ini merugikan keuangan negara sangat besar seluruhnya sebesar Rp 22.788.566.482.083 di mana atribusi dari kerugian keuangan negara tersebut dinikmati oleh Heru sebesar Rp 12.643.400.946. Nilai kerugian keuangan negara dan atribusi yang dinikmati oleh Heru Hidayat sangat jauh di luar nalar kemanusiaan dan sangat mencederai rasa keadilan masyarakat.

Heru Hidayat juga telah dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dengan nilai kerugian keuangan negara yang juga sangat fantastis yaitu Rp 16.807.283.375.000 dengan atribusi yang dinikmati oleh Heru Hidayat seluruhnya sebesar Rp 10.728.783.375.000.

Bahwa skema kejahatan yang dilakukan oleh Heru Hidayat baik dalam perkara a quo maupun dalam perkara korupsi sebelumnya pada PT. Asuransi Jiwasraya, sangat sempurna sebagai kejahatan yang complicated dan sophisticated, karena dilakukan dalam periode waktu sangat panjang dan berulang-ulang, melibatkan banyak skema termasuk kejahatan sindikasi yang menggunakan instrumen pasar modal dan asuransi, menggunakan banyak pihak sebagai nominee dan mengendalikan sejumlah instrumen di dalam system pasar modal, menimbulkan korban baik secara langsung dan tidak langsung yang sangat banyak dan bersifat meluas.

Kejahatan tersebut dinilai secara langsung akibat perbuatan Heru Hidayat telah menyebabkan begitu banyak korban anggota TNI, Polri dan ASN/PNS di Kemenhan yang menjadi peserta di PT ASABRI, hal ini ini juga termasuk dalam perkara korupsi pada PT ASABRI termasuk pula korban-korban yang meluas terhadap ratusan ribu nasabah pemegang polis pada PT Asuransi Jiwasraya yang tentu juga berdampak sangat besar dan serius bagi keluarganya.

Heru Hidayat Terdakwa Korupsi ASABRI dituntut pidana mati

Perbuatan Heru Hidayat telah mencabik-cabik rasa keadilan masyarakat dan telah menghancurkan wibawa negara karena telah menerobos sistem regulasi dan sistem pengawasan di Pasar Modal dan Asuransi dengan sindikat kejahatan yang sangat luar biasa berani, tak pandang bulu, serta tanpa rasa takut yang hadir dalam dirinya dalam memperkaya diri secara melawan hukum.

Heru Hidayat tidak memiliki sedikitpun empati dengan beriktikad baik mengembalikan hasil kejahatan yang diperolehnya secara sukarela serta tidak pernah menunjukkan bahwa perbuatan yang dilakukannya adalah salah, bahkan sebaliknya dengan sengaja berlindung pada suatu perisai yang sangat keliru dan tidak bermartabat bahwa transaksi di pasar modal adalah perbuatan perdata yang lazim dan lumrah.

Heru Hidayat dalam persidangan tidak menunjukkan rasa bersalah apalagi suatu penyesalan sedikitpun atas perbuatan yang telah dilakukannya, telah jelas mengusik nilai-nilai kemanusiaan kita dan rasa keadilan sebagai bangsa yang sangat menjunjung nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan. Selain itu, perbuatan korupsi yang dilakukan oleh Heru Hidayat dilakukan berulang.

Terkait tidak tercantumnya Pasal 2 ayat (2) yang memuat ancaman pidana mati, Kejaksaan memberikan penjelasan.

Kejaksaan merujuk Penjelasan Umum UU Nomor 20 tahun 2001 bahwa dalam rangka mencapai tujuan yang lebih efektif untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi, UU tersebut memuat ketentuan pidana yang berbeda dengan UU sebelumnya. Yakni menentukan ancaman pidana minimum khusus, pidana denda yang lebih tinggi, dan ancaman pidana mati yang merupakan Pemberatan Pidana.

“Karena cukup terpenuhinya keadaan-keadaan tertentu yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (2), maka penjatuhan pidana mati dapat diterapkan. Keadaan tertentu sebagaimana dalam Pasal 2 ayat (2) berdasarkan karakteristiknya yang bersifat sangat jahat, maka terhadap fakta-fakta hukum yang berlaku bagi terdakwa Heru Hidayat sangat tepat dan memenuhi syarat untuk dijatuhi pidana mati,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer.

Dengan telah dibacakannya tuntutan, maka agenda selanjutnya untuk Heru Hidayat ialah pembacaan nota pembelaan atau pleidoi. Sebelum nantinya hakim yang akan menjatuhkan vonis. (yo)