BELITUNG TIMUR, – Aktivis lingkungan dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) Belitung Timur mulai bersuara pasca terjadinya kecelakaan yang menelan dua korban pekerja tambang Underground milik PT. MCM di Kecamatan Kelapa Kampit.
Adalah Ketua Ketua LSM FKPLH Beltim Suro M Sitegar, menyebut dalam hal pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi melakukan Penambangan dengan metode
Penambangan bawah tanah. Pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi WAJIB menunjuk KTBT untuk mendapatkan pengesahan dari KaIT.
“KTBT bertanggungjawab kepada KTT.
KTT dan KTBT sebagaimana dimaksud harus memiliki kompetensi di bidang teknis pertambangan dan ditetapkan oleh kementerian terkait,”tegasnya.
Suro mengatakan, Kepala Tambang Bawah Tanah yang selanjutnya (KTBT) adalah seseorang yang memiliki posisi tertinggi dalam struktur tambang bawah tanah yang bertugas memimpin dan bertanggung jawab atas pelaksanaan operasional tambang bawah tanah sesuai dengan kaidah teknik pertambangan yang baik.
Kaidah teknik pertambangan yang baik sebagaimana dimaksud antara lain meliputi pelaksanaan aspek, kata Suro meliputi, antara lain:
a. teknis pertambangan;
b. konservasi Mineral dan Batubara;
c. keselamatan dan kesehatan kerja (K3) pertambangan;
d. keselamatan operasi pertambangan;
e. pengelolaan lingkungan hidup pertambangan, Reklamasi, dan Pascatambang, serta Pascaoperasi;
f. pemanfaatan teknologi
Demikian juga pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian wajib:
a. Menunjuk KTT
b. mengangkat PTL sebagai pemimpin tertinggi di lapangan untuk mendapatkan pengesahan dari KaIT; dan
c. memiliki tenaga teknis pertambangan yang berkompeten sesuai dengan ketentuan peraturan yg berlaku
PTL harus memiliki kompetensi aspek teknis Pengolahan dan/atau Pemurnian.
“Kasus kecelakaan pada pekerja tambang di wilayah tambang dengan metode tambang underground di Beltim, tepatnya di Kecamatan Kelapa Kampit, menjadi menarik karena pemberitaan media yang antara lain sebutkan Kecelakaan Tambang dan Proses Evakuasi. Siapa yg berwenang tetapkan kasus tersebut merupakan KECELAKAAN TAMBANG atau KECELAKAAN KERJA,”tandasnya.
Suro menambahkan, penggunaan frasa Kecelakaan Tambang dengan Kecelakaan Di Wilayah Tambang mempunyai makna yang hampir sama. Tapi penggunaan frasa tersebut harus hati-hati sebelum ditetapkan oleh petugas yang berwenang karena berimplikasi terhadap sanksi yang akan diberikan.
“Dan, ini bisa menjadi pintu masuk polisi bekerja, bersama atau setelah KAIT lakukan investigasi,”terangnya.
Berdasarkan Kepmen 555 tahun 1995 tentang keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan umum, kecelakaan tambang harus memenuhi lima kriteria.
Adapun kelima kriteria kecelakaan tambang tersebut sebagai berikut:
- Benar-benar terjadi
2.Mengakibatkan cidera pada pekerja tambang atau orang yang diberi ijin oleh Kepala Teknik Tambang (KTT). - Akibat kegiatan usaha pertambangan
- Terjadi pada jam kerja pekerja tambang yang mendapat cidera atau setiap saat orang yang diberi izin
5.Terjadi di dalam wilayah kegiatan usaha pertambangan atau wilayah proyek.
“Jika KaIT menyatakan itu merupakan Kecelakaan Tambang maka perusahaan wajib bertanggung jawab dan diberikan sanksi administratif, dan tentunya jika kasus ini sudah berulang sanksi tegas dapat dikenakan dengan penutupan usaha pertambangan,”kata Suro
“Dan, apabila ini sudah kedua kali kecelakaan terjadi di perusahaan yang sama, Inspektur Tambang dan KaIT dapat bersama petugas Kepolisian masuk guna lakukan pemeriksaan dan penyidikan. karena bisa aja ada unsur kelalaian yang sebabkan hilangnya nyawa seseorang,” tukasnya.

Ia menambahkan, berkenaan dengan kegiatan evakuasi sudah seharusnya melalui tahapan koordinasi antara tim penyelamat dengan pihak perusahaan, inspektur tambang/KaIT dan kepolisian guna pemeriksaan tempat kejadian perkara dan keperluan rekonstruksi kejadian.
“Di sini dapat disimpulkan betapa pentingnya dan berkuasanya KaIT dalam wilayah tambang terlebih ada kasus kecelakaan dalam wilayah operasi tambang tersebut,” ucap Suro.
Dan, yang menarik lagi, ungkap Suro adalah ketika KaIT belum ada di tempat tapi tempat kejadian perkara sudah dipenuhi warga bahkan sudah ada kegiatan percobaan evakuasi korban. “Seharusnya penanggung jawab KTBT atau KTT-lah memastikan semua harus sesuai dengan prosedur yang berlaku,”terangnya.
Suro berharap, semoga dengan kejadian seperti ini, tidak terulang lagi, untuk perlu ditekankan perusahaan wajib punya KTBT-KTT, metode penambangan yang baik (terutama wajib patuhi ketentuan K3 ) dan penuhi hak-hak buruh/pekerja. “NYAWA PARA PEKERJA ITU SANGAT BERARTI, perusahaan jangan hanya pikirkan hasil produksi saja tapi juga harus pikirkan keselamatan para pekerjanya juga,”tutup Suro.
Penulis : Niza Karyadi