JAKARTA, Aparat kepolisian kembali berhasil membongkar jaringan pinjaman online (pinjol). Kali ini dilakukan oleh tim Bareskrim Polri yang berhasil membongkar jaringan pinjaman online (pinjol) ilegal, termasuk keberadaan warga negara asing (WNA) yang memberikan modal kepada karyawannya dalam menyebarkan SMS teror ke nasabahnya akibat telat membayar.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dir Tipideksus) Bareskrim Polri, Brigjen Helmy Santika, mengungkapkan upaya itu berawal dari penangkapan sejumlah operator desk collections atau penagih utang yang bekerja secara daring di Jakarta. Mereka bekerja untuk banyak perusahaan pinjol yang berbeda-beda.
“Yang kami amankan delapan orang ini, dengan sejumlah barang bukti yang ada dari hasil penyelidikan dan pemeriksaan mereka melayani banyak pinjaman online. Tidak hanya satu, banyak,” kata Helmy dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat (15/10/2021).
Petugas desk collections ini merupakan operator lapangan yang dipekerjakan oleh seorang warga negara asing berinisial ZJ. Mereka sebelumnya mendapatkan pelatihan untuk mengoperasikan sejumlah alat-alat canggih.
Dalam hal ini, misalnya ialah alat bernama simbox. Alat ini berfungsi untuk memanipulasi nomor ponsel dari pengguna kepada penerima. Sehingga, perusahaan dapat melakukan sms blasting kepada korban.
Helmy menuturkan penggunaan alat itu digunakan oleh sindikasi yang berada di luar perusahaan pinjol. Kemudian, untuk mendapatkan nomor-nomor yang digunakan untuk mengirim sms, perusahaan pinjol juga menjaring sindikasi yang lain.
Keterkaitan antar perusahaan pinjol itu, kata dia, sejauh ini masih dilakukan penyelidikan. Bareskrim berharap nantinya akan mengerucut pada pemodal aktivitas sejumlah perusahaan pinjol ilegal.
“Intinya, kami pun sedang melakukan pengejaran terhadap itu (pemodal). Jadi biarkan tim sedang on going untuk bisa memaksimalkan. Mungkin tidak akan kami sampaikan sekarang, episode berikutnya. Saya sampaikan di episode berikutnya, termasuk juga pendananya dan sebagainya. Tunggu saja,” papar Helmy.
Adapun ke-tujuh tersangka yang ditangkap adalah, RJ, JT, AY, HC, AL, VN, dan HH. Selain tujuh orang itu, Bareskrim sedang memburu satu Warga Negara Asing (WNA) ZJ yang diduga sebagai penyandang dana dari layanan penyebaran SMS ancaman tersebut. Tapi, polisi tak bisa menyebut asal mana WNA itu.
Penangkapan tujuh tersangka itu dilakukan di lima tempat kejadian perkara yang berbeda, yaitu, perumahan taman kencana Blok D1 No. 7 Cengkareng Jakarta Barat, perumahan long beach blok C No. 7 PIK Jakarta Utara, Green Bay Tower M 23 AS Pluit Penjaringan Jakarta Utara, Apartemen Taman Anggrek Tower 3 No. 29 B Jakarta Barat, Apartemen Laguna Tower B Lt. 28 No. 32 Pluit Penjaringan Jakarta Utara.
Atas perbuatannya, para tersangka disangka melanggar, Pasal 45B Jo Pasal 29 dan/atau Pasal 45 ayat (1) Jo Pasal 27 ayat (1) dan/atau Pasal 45 ayat (3) Jo Pasal 27 ayat (3) dan/atau Pasal 45 ayat (4) Jo Pasal 27 ayat (4) dan/atau Pasal 51 ayat (1) Jo Pasal 35 Undang-Undang R.I. No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang R.I. No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan/atau Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan/atau Pasal 311 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya juga telah berhasil mengamankan sebanyak 32 orang diringkus di Ruko Crown Blok C1-7, Green Lake City, Cipondoh, Kota Tangerang, Kamis (14/10). Di ruko itulah, PT ITN, pengelola pinjaman online (pinjol), berkantor.
”Kami melakukan penggerebekan di PT ITN. Di ruko ini, terdapat 13 aplikasi, 3 legal dan 10 ilegal,” ungkap Kabidhumas Polda Metro Jaya Kombespol Yusri Yunus yang didampingi Direskrimsus Kombespol Auliansyah Lubis dilansir dari Tangerang Ekspres. Ke-32 orang yang ditangkap berperan sebagai tim analisis, telemarketing, dan kolektor, termasuk manajer perusahaan.
Selain itu, dari dalam ruko berlantai 4 tersebut, polisi membawa sejumlah barang bukti seperti perangkat komputer yang digunakan operator. Tujuh ruko yang dijadikan satu kantor oleh PT ITN untuk kegiatan transaksi pinjol sudah dipasangi garis polisi.
Yusri menyebutkan, ada dua jenis penagihan yang dilakukan pinjol tersebut. ”Ada yang langsung dengan pengancaman. Kedua, melakukan penagihan melalui media sosial atau telepon,” jelasnya.
Di media sosial, pihaknya menemukan ancaman dengan gambar pornografi kepada para peminjam. ”Sehingga membuat stres korban. Memaksa untuk membayar,” katanya.
Praktik pinjol ilegal itu sudah meresahkan masyarakat. Menurut Yusri, ada beberapa korban yang sempat stres karena penagihan yang dilakukan pelaku disertai dengan ancaman. Saat ini 32 orang tersebut ditahan untuk keperluan pemeriksaan dan pendalaman perkara. Nanti para pelaku dijerat dengan Undang-Undang (UU) Perlindungan Konsumen, UU ITE, UU Perdagangan, dan UU Pornografi.
Yusri menjelaskan, perusahaan pinjol dan rekanannya sebagai pihak debt collector itu berdiri sejak 2018. Awalnya, perusahaan financial technology (fintech) tersebut memberikan penawaran yang bagus, tetapi sebenarnya menjerumuskan masyarakat. ”Hal ini akan kami edukasi kepada masyarakat,” ujarnya.
Pihaknya bakal terus menelusuri dan berkoordinasi dengan stakeholder terkait untuk memblokir aplikasi-aplikasi yang meresahkan masyarakat itu.
Direskrimsus Kombespol Auliansyah Lubis mengungkapkan, sejauh ini pihaknya membongkar 40 perusahaan pinjol ilegal dan beberapa perusahaan penagih utang yang bekerja sama dengan pinjol ilegal. ”Dalam sebulan, kami sudah mengamankan 10 perusahaan pinjol ilegal. Sebelumnya, ada 30 perusahaan,” ungkapnya.
Pada Rabu (13/10), Polres Metro Jakarta Pusat menggerebek kantor pinjol ilegal di Ruko Sedayu Square Blok H-36, Cengkareng, Jakarta Barat. Sebanyak 56 orang diciduk. Polisi juga menyita 52 unit CPU. Namun, belum ada penetapan tersangka dari 56 orang tersebut.
Sementara itu, Dedi, 61, bersyukur dengan pengungkapan pinjol ilegal di Tangerang kemarin. Putrinya sempat terjerat pinjol tersebut. Semula anaknya meminjam Rp 2,5 juta pada 2019. ”Tapi, kena bunga terus sejak 2019. Totalnya Rp 104 juta,” ucapnya.
Namun, dia tidak mengetahui persis nominal tersebut hanya dari pinjaman Rp 2,5 juta atau akibat dari beberapa kali pinjaman. Yang jelas, penagihan utang itu disertai makian dan kata-kata bernada ancaman. ”Diancam dibunuh, anak saya mau diperkosa. Mereka ancam terus saya. Saya takut. Makanya, saya angsur saja,” katanya. Selain itu, gambar-gambar tak senonoh terus dikirimkan melalui aplikasi pesan WhatsApp.
Terpisah, anggota Komisi III DPR Ahmad Sahroni mengapresiasi dan mendukung penuh Polri yang akhirnya bergerak secara tegas menangani pinjol. ”Memang fenomena pinjol ini perlu perhatian khusus. Sebab, korbannya sudah banyak,” ungkap Sahroni.
Dia menyoroti dampak selain ekonomi yang ditimbulkan pinjol. Yakni, merugikan korban secara psikis. Sahroni pun berharap, selain penindakan oleh Polri, OJK turut memperketat pengawasan terhadap pinjol dan investor yang mendanai pinjol tersebut. ”Sebagai lembaga pengatur dan pengawas, tentu OJK memiliki database dan informasi yang diperlukan,” tegasnya.
Sarifuddin Suding, anggota komisi III lainnya, menilai bahwa sudah saatnya ada regulasi yang lebih ketat guna menertibkan pinjol ilegal. Regulasi itu juga berguna untuk menjaga sistem perbankan tetap sehat. ”Harus dibarengi dengan suatu regulasi yang melarang karena ini juga merusak sistem perbankan kita,” tegasnya.
Wakil Ketua DPR Abdul Muhaimin Iskandar menyatakan, pemutusan akses platform fintech ilegal tidak menyelesaikan masalah. Aplikasi itu harus dicabut, baik di Android maupun IOS. ”Walaupun sudah diblokir, masih saja muncul lagi selama masih ada di Google atau App Store,” ujarnya.
Dia menyarankan agar pemerintah menghentikan keberadaan pinjol ilegal di hulu. Yakni, memberikan notifikasi kepada Google dan App Store untuk segera menghapus aplikasi-aplikasi pinjol ilegal. (Tim)